The Shiny Note
Selasa, 29 November 2016
Minggu, 26 April 2015
Fenomena perubahan paradigma
pendidikan di Suku Batak
Brahmono, Fajar Setyo N., Intan
Ratna Sari, Misbahullah, Nurlaili, Wisnu Gunarko
Abstrak
Pendidikan merupakan suatu hal yang
penting dalam kehidupan manusia, kepentingan pendidkan selalu berkaitan dengan
status dan kedudukan manusia yang terbagi dalam sifat-sifat berbagai macam suku
bangsa. Dalam kebudayaan suku Batak memiliki karakteristik yang berbeda dengan
suku lainnya terutama berkaitan dengan pendidikan yang berpengaruh terhadap
saluran mobilitas sosial warga masyarakat tertentu. Masyarakat Batak sangat
mempedulikan permasalahan pendidikan dan menginginkan pendidikan yang lebih,
sehingga memilih untuk merantau menuju ke daerah dengan kualitas pendidikan
yang maju. Namun masyarakat suku Batak cenderung akan menetap pada daerah
rantauan, sehingga tidak kembali ke daerah asal untuk membangun daerah asalnya
di Sumatera Utara.
Kata Kunci : Pendidikan, Suku Batak, Kualitas.
Pendahuluan
Suku batak adalah suku yang berada di Sumatera Utara. Identitas suku
batak terbentuk dari beberapa marga sebagian disebabkan karena adanya migrasi
keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatera. Penelitian penting tentang
tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan
transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting.
Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di
Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat
Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari
bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke
pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad
ke-14 untuk menguasai Barus.
Orang Batak dikenal mempunyai sistim
pendidikan yang bagus. Ini terbaca dari semacam pepatah, “Sian
jabu baru tu halaman, sian halaman tu balian” (Dari rumah baru ke
halaman, dari halaman ke sawah atau lapangan kerja). Tetapi, itu dulu. Suatu
keunggulan orangB atak yang kelihatannya suduah hilang. Paradigma pendidikan di
Tanah Batak sudah berubah. Dan, keunggulan yang pernah dinikmati Tanah Batak
itu tak lepas dari jasa Ingwer Ludwig Nommensen (1834-1918). Salah satu pandangan hidup orang Batak yang berbunyi “Anakhon
Hi Do Hamoraon Diahu” telah memperkuat motivasi masyarakat untuk
menyekolahkan anak mereka setinggi mungkin. Dalam konteks filosofi Batak, hamoraon
adalah kekayaan materi, gabe, mamora, sangap. Artinya ada
anak, ada harta, baru terpandang. Banyak anak adalah tujuan, sehingga ada
perumpamaan yang berkata ”maranak sapuluh pitu marboru sampuluh onom
(tujuh belas putra enam belas putri). Itulah yang disebut filosofi Tolu H, hagabeon,
hamoraon, hasangapon. Sayangnya, dari ketiga dasar filosofi itu hamoraon
telah menjadi tujuan utama dan menomorduakan yang lain. Sehingga bagaimana
menjadi kaya terlalu menjadi titik berat dalam memandang hidup. Maka,
terjadilah titik balik, dan segala cara akan ditempuh untuk mencapai hamoraon. Sehingga dalam memberikan pendidikan kepada anaknya suku batak ini
bertujuan untuk menjadi kaya tidak untuk membangun tempat asalanya.
Pola pendidikan yang ada disuku batak adalah Sama seperti suku
lainnya yang ada di Indonesia memiliki prinsip banyak anak banyak rejeki
(anakhon hi do hamoron di au). Dasar inilah yang membawa orang batak toba
menghantarkan keturunannya atau anak-anaknya menjadi orang-orang yang handal.
Mulai saja dengan pola pendidikan yang penting bagi anak itu
sendiri. Setiap orang tua memiliki peran dalam membangun pola pewarisan atau
nilai-nilai yang memiliki investasi tersendiri untuk mendidik anak. Mulai dari
pemberian doa, nasehat (poda), cara pengasuhan otoriter namaun demokratis,
modeling dari orang tua dalam bentuk perilaku nyata atau cerita, memberikan
bantuan berupa materi maupun non materi, member dukungan. Adanya saran dan
pemberian penghargaan secara terbuka di lingkungan keluarga, gereja dan
kelompok masyarakat atas keberhasilan yang diperoleh oleh anaknya. Inilah cara
yang dengan sendirinya memberikan dampak positive bagi anak untuk menjunjung
tingi dan mengutamakan pendidikan.
Pola pendidikan Suku Batak
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting
bagi kehidupan seseorang dalam suatu masyarakat. Pendidikan itu sangat penting
untuk setiap individu. Karena pendidikan inilah yang akan membawa mereka berada
dalam posisi atau pola kehidupan yang lebih baik dalam meraih cita-citanya. Hal
inilah yang telah diterapkan dalam paradigma pendidikan masyrakat suku Batak.
Mereka mempunyai pola pendidikan yang bagus, dimana mereka menganggap
pendidikan sangat penting dari segalanya. Pendidikan merupakan kebutuhan utama
dalam kehidupannya melebihi segalanya. Hal ini juga didukung dengan pandangan hidup
masyarakat suku Batak yaitu Anakhon Hi Do Hamoraon Diahu yang artinya ada anak,
ada harta, baru terpandang. Munculnya paradigma yang menjujung tinggi
pendidikan ini muncul sejak abad ke 19. Sebelumnya masyarakat suku Batak
merupakan suku yang tradisional dan tertinggal. bangsa Batak sangat terkenal
dengan kapur Barus, kemenyan dan emasnya hingga abad-10 sebelum Sumatera
diserang oleh Rajendra Cola dari India. Orang Batak sudah mengenal tulisan
sejak tahun 1500 SM yang disebut dengan Pustaha yang sangat mirip dengan
tulisan bangsa Phoenicia dan Ibrani Aramaic. Hebatnya, saat itu mereka tidak
mempunyai kultur sekolah. Menganut mistisisme yang sangat kental sehingga
segala sesuatu persoalan cenderung untuk dipecahkan dengan solusi yang kurang
logis.
Masuknya revolusi sosial Islam yang dipelopori
oleh Gerakan Wahabi/Paderi sangat banyak merubah karakter bangsa Batak terutama
di daerah Angkola dan Mandailing. Secara umum ini mengubah pandangan secara
radikal dari hal mistis menjadi sangat logis, dari bangsa yang kental dengan
praktek perbudakan menjadi penganut agama Islam yang sangat humanis dengan
persamaan hak tanpa ras dan tanpa suku.
Dengan kedatangan Belanda dan Jerman juga
memberikan tambahan warna pendidikan Barat yang sudah hampir 400 tahun diadopsi
oleh Eropah dari orang-orang Islam di Eropa Selatan. Jadi, pendidikan bagi
orang Batak itu menjadi tradisi turun menurun sebagai bagian terpenting.
Sehingga, banyak orang batak menyekolahkan
anaknya di daerah perantauan seperti Jawa yang punya sistem pendidikan lebih
baik, bahkan tak sedikit yang mencari hingga ke belahan penjuru dunia.
Pola pendidikan suku Batak berakar pada
pendidikan dalam keluarga terutama orang tua. Orang tua memiliki peran penting dalam
hal ini adalah memberi motivasi dan penghargaan kepada si anak, sehingga mereka
lebih termotivasi untuk menempeh pendidikan yang lebiih tinggi. Faktor-faktor
lain yang berperan dalam berhasilan suku batak toba adalah ajaran agama,
kondisi lingkungan sosial, peran orang tua. Khususnya peran ibu yang bersedia
berkorban demi keberhasilan anak-anaknya, serta perasaan hosom (dendam), teal
(sombong), elat (dengki) dan late (iri) yang membuat orang batak toba “Tidak
Mau Kalah”. Dengan demikian orang Batak menyekolahkan anaknya
setinggi-tingginya.
Orang Batak memiliki pribadi yang pekerja
keras. Hal ini merupakan pedoman yang sangat bagus dimiliki oleh Suku Batak.
Sehingga banyak masyarakat suku Batak yang berhasil dalam mencapai
kesuksesannya.
Paradigma pendidikan Suku Batak
Paradigma yang berlaku di Suku Batak yaitu menganggap pendidikan
sangat penting dan berada diatas segalanya. Dengan demikian mereka mampu
mengembangkan bakat serta meningkatkan kemampuannya. Sehingga dengan kemampuan
dan bakat yang dimilikinya, mereka mampu mengembangkan dan membangun
wilayahnya. Prinsip yang dipegang teguh oleh masyarakat Suku Batak merupakan
sebuah harapan Suku Batak untuk dapat memajukan wilayahnya. Dengan kondisi
perekonomian yang kurang, mereka tidak merasa minder. agi suku batak toba,
jalan menuju tercapainya kekayaan dan kehormatan adalah melalui pendidikan
anak. Suku batak toba meletakan pendidikan sebagai hal yang utama dalam
kehidupan mereka yang dilandasi oleh nilai-nilai filsafat hidup orang batak
toba, hagabeon :keturunan dalam jumlah dan kualitas nya terutama bagi anak-anak
laki-laki, Hamoraon : kekayaan merupakan keberhasilan yang diukur dari aspek
materi dan pengetahuan dan hasangapon : Kehormatan atau kedudukan sosial
jabatan .
Perubahan paradigma pendidikan Suku Batak
Ibu Siahaan ingin mengatakan bahwa sebaik-baiknya mutu
pendidikan di sekolah, pendidikan di dalam keluarga punya peranan penting,
terutama dalam membentuk karakter. Konsep pendidikan untuk mencapai hamoraon
mungkin perlu dipertanyakan. Sebab tujuan hidup bukan hanya kemakmuran harta,
tetapi juga sikap moral pada masyarakat dan bangsa secara keseluruhan.*** Hotman
J. Lumbangaol alias Hojot Marluga
Daftar
Rujukan
http://manullang-thondynet.blogspot.com/2011/07/modal-suku-batak-toba-meraih.html pirma thondy manullang @ 01.34
Minggu, 12 April 2015
Jumat, 27 Februari 2015
hidup ini memanglah indah,
namun tekadang hidup juga begitu menyakitkan
begitu banyak halang rintang yang membentang didepan kita
halang rintang yang begitu menyeramkan
terkadang juga nampak begitu biasa
tubuh yang tak kuat akan tumbang
tubuh yang kuat akan bertahan
hidup ini juga begitu menyesakkan dada
begitu kuat deburan ombak yang menyesakkan dada
badai salju yang membekukan pikir
lumpur yang melumpuhkan kaki
asap tebal yang membutakan
begitulah hidup sekiranya.......
aku ingin berlari di padang yang luas
hanya ada aku dan alam ini
namun tekadang hidup juga begitu menyakitkan
begitu banyak halang rintang yang membentang didepan kita
halang rintang yang begitu menyeramkan
terkadang juga nampak begitu biasa
tubuh yang tak kuat akan tumbang
tubuh yang kuat akan bertahan
hidup ini juga begitu menyesakkan dada
begitu kuat deburan ombak yang menyesakkan dada
badai salju yang membekukan pikir
lumpur yang melumpuhkan kaki
asap tebal yang membutakan
begitulah hidup sekiranya.......
aku ingin berlari di padang yang luas
hanya ada aku dan alam ini
Langganan:
Postingan (Atom)