Minggu, 26 April 2015



Fenomena perubahan paradigma pendidikan di Suku Batak
Brahmono, Fajar Setyo N., Intan Ratna Sari, Misbahullah, Nurlaili, Wisnu Gunarko
Abstrak
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia, kepentingan pendidkan selalu berkaitan dengan status dan kedudukan manusia yang terbagi dalam sifat-sifat berbagai macam suku bangsa. Dalam kebudayaan suku Batak memiliki karakteristik yang berbeda dengan suku lainnya terutama berkaitan dengan pendidikan yang berpengaruh terhadap saluran mobilitas sosial warga masyarakat tertentu. Masyarakat Batak sangat mempedulikan permasalahan pendidikan dan menginginkan pendidikan yang lebih, sehingga memilih untuk merantau menuju ke daerah dengan kualitas pendidikan yang maju. Namun masyarakat suku Batak cenderung akan menetap pada daerah rantauan, sehingga tidak kembali ke daerah asal untuk membangun daerah asalnya di Sumatera Utara.
Kata Kunci : Pendidikan, Suku Batak, Kualitas.

Pendahuluan
Suku batak adalah suku yang berada di Sumatera Utara. Identitas suku batak terbentuk dari beberapa marga sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatera. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.
Orang Batak dikenal mempunyai sistim pendidikan yang bagus. Ini terbaca dari semacam pepatah, “Sian jabu baru tu halaman, sian halaman tu balian” (Dari rumah baru ke halaman, dari halaman ke sawah atau lapangan kerja). Tetapi, itu dulu. Suatu keunggulan orangB atak yang kelihatannya suduah hilang. Paradigma pendidikan di Tanah Batak sudah berubah. Dan, keunggulan yang pernah dinikmati Tanah Batak itu tak lepas dari jasa Ingwer Ludwig Nommensen (1834-1918). Salah satu pandangan hidup orang Batak yang berbunyi “Anakhon Hi Do Hamoraon Diahu” telah memperkuat motivasi masyarakat untuk menyekolahkan anak mereka setinggi mungkin. Dalam konteks filosofi Batak, hamoraon adalah kekayaan materi, gabe, mamora, sangap. Artinya ada anak, ada harta, baru terpandang. Banyak anak adalah tujuan, sehingga ada perumpamaan yang berkata ”maranak sapuluh pitu marboru sampuluh onom (tujuh belas putra enam belas putri). Itulah yang disebut filosofi Tolu H, hagabeon, hamoraon, hasangapon. Sayangnya, dari ketiga dasar filosofi itu hamoraon telah menjadi tujuan utama dan menomorduakan yang lain. Sehingga bagaimana menjadi kaya terlalu menjadi titik berat dalam memandang hidup. Maka, terjadilah titik balik, dan segala cara akan ditempuh untuk mencapai hamoraon. Sehingga dalam memberikan pendidikan kepada anaknya suku batak ini bertujuan untuk menjadi kaya tidak untuk membangun tempat asalanya.
Pola pendidikan yang ada disuku batak adalah Sama seperti suku lainnya yang ada di Indonesia memiliki prinsip banyak anak banyak rejeki (anakhon hi do hamoron di au). Dasar inilah yang membawa orang batak toba menghantarkan keturunannya atau anak-anaknya menjadi orang-orang yang handal.
Mulai saja dengan pola pendidikan yang penting bagi anak itu sendiri. Setiap orang tua memiliki peran dalam membangun pola pewarisan atau nilai-nilai yang memiliki investasi tersendiri untuk mendidik anak. Mulai dari pemberian doa, nasehat (poda), cara pengasuhan otoriter namaun demokratis, modeling dari orang tua dalam bentuk perilaku nyata atau cerita, memberikan bantuan berupa materi maupun non materi, member dukungan. Adanya saran dan pemberian penghargaan secara terbuka di lingkungan keluarga, gereja dan kelompok masyarakat atas keberhasilan yang diperoleh oleh anaknya. Inilah cara yang dengan sendirinya memberikan dampak positive bagi anak untuk menjunjung tingi dan mengutamakan pendidikan.
Pola pendidikan Suku Batak
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan seseorang dalam suatu masyarakat. Pendidikan itu sangat penting untuk setiap individu. Karena pendidikan inilah yang akan membawa mereka berada dalam posisi atau pola kehidupan yang lebih baik dalam meraih cita-citanya. Hal inilah yang telah diterapkan dalam paradigma pendidikan masyrakat suku Batak. Mereka mempunyai pola pendidikan yang bagus, dimana mereka menganggap pendidikan sangat penting dari segalanya. Pendidikan merupakan kebutuhan utama dalam kehidupannya melebihi segalanya. Hal ini juga didukung dengan pandangan hidup masyarakat suku Batak yaitu Anakhon Hi Do Hamoraon Diahu yang artinya ada anak, ada harta, baru terpandang. Munculnya paradigma yang menjujung tinggi pendidikan ini muncul sejak abad ke 19. Sebelumnya masyarakat suku Batak merupakan suku yang tradisional dan tertinggal. bangsa Batak sangat terkenal dengan kapur Barus, kemenyan dan emasnya hingga abad-10 sebelum Sumatera diserang oleh Rajendra Cola dari India. Orang Batak sudah mengenal tulisan sejak tahun 1500 SM yang disebut dengan Pustaha yang sangat mirip dengan tulisan bangsa Phoenicia dan Ibrani Aramaic. Hebatnya, saat itu mereka tidak mempunyai kultur sekolah. Menganut mistisisme yang sangat kental sehingga segala sesuatu persoalan cenderung untuk dipecahkan dengan solusi yang kurang logis.
Masuknya revolusi sosial Islam yang dipelopori oleh Gerakan Wahabi/Paderi sangat banyak merubah karakter bangsa Batak terutama di daerah Angkola dan Mandailing. Secara umum ini mengubah pandangan secara radikal dari hal mistis menjadi sangat logis, dari bangsa yang kental dengan praktek perbudakan menjadi penganut agama Islam yang sangat humanis dengan persamaan hak tanpa ras dan tanpa suku.
Dengan kedatangan Belanda dan Jerman juga memberikan tambahan warna pendidikan Barat yang sudah hampir 400 tahun diadopsi oleh Eropah dari orang-orang Islam di Eropa Selatan. Jadi, pendidikan bagi orang Batak itu menjadi tradisi turun menurun sebagai bagian terpenting.
Sehingga, banyak orang batak menyekolahkan anaknya di daerah perantauan seperti Jawa yang punya sistem pendidikan lebih baik, bahkan tak sedikit yang mencari hingga ke belahan penjuru dunia.
Pola pendidikan suku Batak berakar pada pendidikan dalam keluarga terutama orang tua. Orang tua memiliki peran penting dalam hal ini adalah memberi motivasi dan penghargaan kepada si anak, sehingga mereka lebih termotivasi untuk menempeh pendidikan yang lebiih tinggi. Faktor-faktor lain yang berperan dalam berhasilan suku batak toba adalah ajaran agama, kondisi lingkungan sosial, peran orang tua. Khususnya peran ibu yang bersedia berkorban demi keberhasilan anak-anaknya, serta perasaan hosom (dendam), teal (sombong), elat (dengki) dan late (iri) yang membuat orang batak toba “Tidak Mau Kalah”. Dengan demikian orang Batak menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya.
Orang Batak memiliki pribadi yang pekerja keras. Hal ini merupakan pedoman yang sangat bagus dimiliki oleh Suku Batak. Sehingga banyak masyarakat suku Batak yang berhasil dalam mencapai kesuksesannya.
Paradigma pendidikan Suku Batak
Paradigma yang berlaku di Suku Batak yaitu menganggap pendidikan sangat penting dan berada diatas segalanya. Dengan demikian mereka mampu mengembangkan bakat serta meningkatkan kemampuannya. Sehingga dengan kemampuan dan bakat yang dimilikinya, mereka mampu mengembangkan dan membangun wilayahnya. Prinsip yang dipegang teguh oleh masyarakat Suku Batak merupakan sebuah harapan Suku Batak untuk dapat memajukan wilayahnya. Dengan kondisi perekonomian yang kurang, mereka tidak merasa minder. agi suku batak toba, jalan menuju tercapainya kekayaan dan kehormatan adalah melalui pendidikan anak. Suku batak toba meletakan pendidikan sebagai hal yang utama dalam kehidupan mereka yang dilandasi oleh nilai-nilai filsafat hidup orang batak toba, hagabeon :keturunan dalam jumlah dan kualitas nya terutama bagi anak-anak laki-laki, Hamoraon : kekayaan merupakan keberhasilan yang diukur dari aspek materi dan pengetahuan dan hasangapon : Kehormatan atau kedudukan sosial jabatan .

Perubahan paradigma pendidikan Suku Batak
Ibu Siahaan ingin mengatakan bahwa sebaik-baiknya mutu pendidikan di sekolah, pendidikan di dalam keluarga punya peranan penting, terutama dalam membentuk karakter. Konsep pendidikan untuk mencapai hamoraon mungkin perlu dipertanyakan. Sebab tujuan hidup bukan hanya kemakmuran harta, tetapi juga sikap moral pada masyarakat dan bangsa secara keseluruhan.*** Hotman J. Lumbangaol alias Hojot Marluga
Daftar Rujukan

Jumat, 27 Februari 2015

hidup ini memanglah indah,
namun tekadang hidup juga begitu menyakitkan
begitu banyak halang rintang yang membentang didepan kita
halang rintang yang begitu menyeramkan
terkadang juga nampak begitu biasa
tubuh yang tak kuat akan tumbang
tubuh yang kuat akan bertahan
hidup ini juga begitu menyesakkan dada
begitu kuat deburan ombak yang menyesakkan dada
badai salju yang membekukan pikir
lumpur yang melumpuhkan kaki
asap tebal yang membutakan
begitulah hidup sekiranya.......
aku ingin berlari di padang yang luas
hanya ada aku dan alam ini